Bismillaah..
Udara subuh menjelang pagi memang
paling sehat untuk dicium. Sambil bersenandung, kutendang dengan pelan
kerikil-kerikil kecil yang menganggu aktifitas jjsku, alias jalan-jalan syar’i.
Pagi masih dini, pun matahari belum mencigapkan separuh sinarnya. Masih dingin
dengan embun dan nafas yang seakan-akan membeku. Jalanpun masih sepi. Hanya
satu dua kendaraan roda dua berikut roda empat yang lalu lalang. Ku lanjutkan
langkahku sambil menghitung jumlah pejalan kaki yang lewat. “Satu.. dua tiga..”
Teringat terakhir kali
kusempatkan jalan-jalan sepagi ini, itu sekitar setahun yang lalu. Tapi tak
seperti sekarang yang aku hanya sendiri. Dulu berkawan, ada teman yang
senantiasa menemani kemanapun langkah pagiku, ada canda yang disodorkan dengan
gelak dan tawa, dan kadang ada bahagia yang berbalut air mata. Yah, itulah dia
masa muda. Saat para sahabat sebaya semakan selapar, setidur senyenyak. Tapi,
kini.. satu-persatu telah pergi meninggalkan sarang lama menuju sarang baru.
Saat usia menuntut untuk dipertimbangkan, maka hidup adalah pilihan, hidup
adalah pertemuan sekaligus perpisahan. Saat ruang semakin kosong untuk
ditinggali sendiri, saat hati mulai gundah lalu gelisah menjelang malam. Saat
itu tujuan kehidupan kedua dimulai. Memulai awal baru dengan lembar baru.
Yah, aku sedang membicarakan
diriku sendiri. Aku yang selalu memberikan senyuman saat perpisahan datang
menyapa. Aku yang selalu berlapang dada saat duka mengutuk jiwa, aku yang
selalu mencoba sabar saat ujianNya berusaha kulewati, sampai sekarang. Saat
ujian itu makin besar, tawakkal wa shobirin menjadi pilihanku. Saat
satu-persatu teman kusalami dengan iringan sakinah mawaddah warahmah. Saat
satu-persatu ruang hati terlalu kosong untuk ditinggali, lalu seakan berdebu,
ia minta ‘tuk dibersihkan. Tak terlintas sedikitpun untuk menggesar cintaNya.
Hudznuzon yang selalu ku optimiskan, membuatku yakin Dia punya rencana lain.
Dan, masih dengan pagi yang
mataharinya belum tampak. Sambil mengingat hari ini adalah matahari ke 2362
masa penantianku sebelum melangkah menutup usiaku yang kepala tiga. Aku masih
bisa tersenyum, saat teman lama datang bergandengan dengan kehidupan keduanya.
Saat gelaknya ku lihat lebih bermakna dan tampak bahagia. Berbeda sekali
sewaktu kami dulu. Lalu lagi dan lagi, senyum itu luluh berubah menjadi rapuh,
dan airmata jatuh kerelung hati. Tertahan. Lalu tertekan. Sesak. Seakan ingin
berlari saja dan berteriak sekencang-kencangnya. Lalu istighfar ku kejar terburu-buru, dan kutepuk-tepuk
pelan dadaku berpura-pura menahan tawa.
Dan, masih dengan enggan
mengintip kakiku yang berpijak kini ia muncul perlahan-lahan dengan bayangan
yang mulai meninggi. Berharap matahari terakhir datang menjemput. Walau kutahu
penantianku tak lebih lama dari yang lain, mungkin. Namun hati tetap berbicara
pasti. Jika tak kutemui ia didunia, maka Allah akan mempertemukanku dengannya
diakhirat nanti.
Yang kutahu, setiap janjiNya
adalah pasti. Maka dengan segenap jiwa, walau sejuta mataharipun ku lalui, aku
tetap berdiri. Karena cintaNya yang kuyakini, adalah sebuah janji yang tertunda
untuk dinikmati. Insyallah..
dituliskan untuk Uncle <- Insyaallah janji Allah adalah pasti :D