Yay!
Taba~
- Anime (1)
- Belajar (5)
- Buku (2)
- Cerpen (1)
- Islam (28)
- Khilafah (1)
- Lirik Lagu (17)
- Manga (2)
- Muhasabah Cinta (11)
- Mukjizat Sholat Dan Doa (8)
- Muslimah (22)
- Pengetahuan (5)
- Profile (4)
- Sand in Box (29)
- Tafaqqur (18)
- Tausiyah (52)
- 日記 (108)
Karenda
Mainichi~
-
►
2014
(5)
- ► September 2014 (1)
- ► Februari 2014 (3)
- ► Januari 2014 (1)
-
►
2013
(12)
- ► Desember 2013 (1)
- ► September 2013 (1)
- ► April 2013 (1)
- ► Februari 2013 (3)
- ► Januari 2013 (4)
-
►
2012
(63)
- ► Desember 2012 (2)
- ► Oktober 2012 (2)
- ► September 2012 (3)
- ► Agustus 2012 (8)
- ► April 2012 (10)
- ► Maret 2012 (7)
- ► Februari 2012 (4)
- ► Januari 2012 (20)
-
▼
2011
(176)
- ► Desember 2011 (16)
- ► November 2011 (12)
- ► Oktober 2011 (28)
- ► September 2011 (15)
- ▼ Agustus 2011 (11)
- ► April 2011 (5)
- ► Maret 2011 (10)
- ► Februari 2011 (26)
Chat-to~
8/25/2011
Cinta Itu Memaafkan
Badai itu datang waktu perusahaan suaminya bekerja gulung tikar akhirnya suaminya mengajukan pensiun dini karena masih muda dengan mudahnya mendapatkan pekerjaan sesuai bidangnya. Setiap kali mendapatkan pekerjaan, selalu saja berhenti dan berpindah ke perusahaan lain karena dengan alasan kurang nyaman. Sebagai istri, dirinya selalu mengingatkan agar "istiqomah" dalam mencari nafkah, tidak mudah pindah-pindah ke perusahaan lain. Sifatnya yang mudah tersinggung ternyata ikut mempengaruhi kinerjanya. Kalau ada sesuatu yang tidak ia sukai , baru beberapa bulan bekerja, suaminya lantas mengundurkan diri. Sifat keras dan mudah tersinggung itulah yang selalu saja memicu pertengkaran.
Perjalanan kehidupan bahtera rumah tangganya selalu saja dipenuhi dengan pertengkaran demi pertengkaran, namun tak selama kondisi pertahanan batinnya kokoh untuk bisa menerima perlakuan suaminya. Seringkali dibentak membuat tubuh dan batin gemetar. Selama lebih dua belas tahun pernikahannya beberapa kali sempat melontarkan kata meminta cerai. Bahkan ketika orang tua tahu akan hal itu, sempat memperingatkan padanya agar untuk memikirkan dengan matang. Suaminya tidak pernah menanggapi ucapannya. Sampai kemudian terjadi pertengkaran hebat. Ditengah masing-masing ego menguat, suaminya memutuskan untuk menerima keputusan dirinya untuk berpisah, membuat air matanya mengalir. Isak Tangis tak mampu ditahannya. Anaknya semata wayang berlari, memeluknya. Menangis dipangkuan ibunya. Matanya seolah mengatakan, "Jangan tinggalkan ayah, Mah."
Di Rumah Amalia Ia duduk terdiam beberapa saat lama, dalam kesedirian merenungkan apa yang sebenarnya terjadi. Hari itu beliau berkenan bershodaqoh untuk Rumah Amalia dengan harapan agar Allah berkenan memberikan kekuatan dan kesabaran untuk bisa memaafkan serta keluarganya bisa utuh kembali. Begitu pulang sampai di Rumah, suami dan putrinya sudah menunggu. Sang suami memeluk dirinya dan meminta maaf atas perlakuannya selama ini. Sementara anaknya memegang tangannya. Keajaiban itu terjadi. Doa dan harapannya terkabul, keluarganya utuh kembali, begitu terasa indah dan membahagiakan. Suaminya menunjukan perubahan ke arah yang lebih baik, bisa mengendalikan emosinya dan semakin mendekatkan diri kepada Allah. Sebagai seorang istri, dirinya telah menemukan makna cinta dengan memaafkan, seperti sekuntum bunga yang menebarkan keharumannya kepada orang yang telah melukai hatinya untuk menggapai cinta yang hakiki yaitu cintanya kepada Allah.
"Seorang suami apabila memandang istrinya dg kasih sayang & istripun memandang dg kasih sayang maka Allah memandang keduanya dg pandangan kasih sayang. Bila suami memegang telapak tangan istrinya maka dosa-dosa keduanya berguguran dari celah jari-jari tangan keduanya" (HR. Rafi'i).
M. Agus Syafii