Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan: yaitu kematian. Karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya di waktu sempit kehidupannya, kecuali (mengingat kematian) itu melonggarkan kesempitan hidup atas orang itu. Dan tidaklah seseorang mengingatnya di waktu luas (kehidupannya), kecuali (mengingat kematian) itu menyempitkan keluasan hidup atas orang itu.
(HR. Ath-Thobaroni dan Al-Hakim Shahih Al-Jami’ush Shaghir: no. 1222; Shohih At-Targhib, no: 3333)
Quss bin Sa’idah Al-Ibaadi, salah seorang hunafaa’, melantunkan sya’ir:
Pada orang-orang dahulu yang telah pergi (mati),dari umat-umat (yang telah tiada) terdapat bukti-bukti yang nyataKetika aku melihat tempat-tempat yang dituju,bagi kematian yang tidak ada sumber-sumbernya,Aku melihat kaumku pergi menuju kematian,orang-orang besar dan anak-anak kecil,Akupun yakin, bahwa aku pasti akan pergi juga, ke mana kaumku telah pergi.
Ziyad An-Namiri berkata,
“Tidaklah aku rindu untuk menangis melainkan aku hanya tinggal lewat saja.”.
“Seorang lelaki bertanya padanya,
“Bagaimana caranya?” .Dia berkata, “Kalau aku ingin menangis, aku keluar menuju pemakaman. Lalu aku duduk di salah satu kuburan. Kemudian aku memikirkan keadaan mereka yang sudah
hancur. Dan aku mengingat sisa waktu yang masih kita miliki. Dia berkata, “Maka di saat itulah keadaanku tersembunyi (sedih begitu
mendalam –pent).”
Aku katakan , dan Allah-lah yang Maha Pemberi Taufik :
Apakah di negeri ini kehancuran masih saja membangun
Sedang bukan untuk membagun kau diciptakan
Waktu tak menyisakan bagimu alasan,
Ia telah menasehatimu tapi kau tak mendegarkan
Setiap saat ia selalu memanggil untuk berangkat
dan
mengabarkan bahwa kaulah yang ia maksud
Ia perdengarkan panggilan dan
kau terus mengabaikan
Seakan-akan kau tak pernah mendengarkannya
Kau tahu bahwa di sana adalah perjalan panjang
Namun kau lalai
menyiapkan perbekalan
Kau tidur sedang sang pemangsa waktu terus mengintai
Dibelakangmu dan tak pernah tidur, bagaimana bisa kau masih lalai?
Cacat kehidupan dunia ini
betapa banyaknya
Sedangkan engkau sudah terbiasa
mencintainya
Hilang usia dalam permainan dan bersenang-senang
Kalau kau berakal tentu kau takkan berleha-leha..
Maka setelah mati yang ada hanya neraka bagi yang bermaksiat
dan surga bagi yang taat
Dan kau tak mungkin berharap kembali ke dunia
Untuk melakukan kebajikan yang pernah kau tinggalkan
Hari itu, dirikulah yang pertama kusalahkan
Karena telah melakukan seperti yang kau kerjakan
Duhai diriku, apakah masih saja berlumur maksiat
Setelah sembilan belas tahun masa telah lewat
Ku harapkan panjang umurku sehingga bisa kulihat bekal perjalanan yang
telah tersedia
Wahai dahan masa muda yang bergoyang penuh kebugaran
Telah berlalu waktu dan seakan kini kau beruban
Kau telah tahu, maka tinggalkanlah jalan kebodohan
Hati-hatilah dengan panggilan itu, sedang kau tak beramal
Wahai yang menghimpun harta, padaku tolong katakan..
Apakah kau tumpuk bisa mencegahmu dari kematian ?
Wahai yang mencari pengaruh dan kekuasaan agar
perintahnya selalu dipatuhi oleh bawahan
Kau bersorak ke tahta tanpa kau pedulikan
Kau seorang yang zalim ataukah yang berkeadilan ?
Tidakkah kau tahu bahwa pada saat ia kau raih, sungguh sebenarnya tanpa pisau
kau sedang disembelih
Kesenangan pada saat kau diangkat menjadi penguasa
Takkan menggantikan kesedihan saat kau diturunkan
Jangan tunda lagi karena waktu adalah pedang
Kalau tak bisa kau manfaatkan maka kau telah menyia-nyiakan
Kau lihat waktu telah mengusangkan dahan pepohonan
Dan melipat semua kesenangan yang pernah kau siarkan
kau tahu sungguh dunia itu hanya mimpi belaka
Yang paling indah kau rasakan tiba-tiba hilang saat terjaga
Maka bagaimana kau terhalang meraih yang abadi
dan
dengan yang fana serta hiasannya
kau sibuk setengah mati
Itulah dunia yang kalau sehari menyenangkanmu
Ia akan membuatmu susah lebih lama dari hari senangmu
Ia menipumu,
bak Fatamorgana,
kau jalan kepadanya
Tanpa kau sadari bahwa kau telah terpedaya
Saksikan berapa banyak ia hancurkan sesuatu yang dicinta
Tapi kau bersikap seolah takkan tertimpa apa-apa
Kau kubur mereka dan pulang dengan penuh kegembiraan
Atas warisan dan perkebunan yang kau dapatkan
Dan kau lupakan mereka sedang esok kau pun kan fana
Seolah kau tak pernah tercipta dan tak pernah ada
Kau bercerita tentang mereka dan kau kata : mereka sudah tak ada
Ya, mereka sudah tak ada,
demi Allah,
seperti kau pun dulu tak ada..
Mereka kini menjadi ceritamu,
sedang esok kau yang jadi tinggal cerita
Untuk orang lain, maka berbuat baiklah sekuat tenanga
Setelah mati
orang hanya tinggal jadi kenangan
Maka jadilah orang yang baik saat dikenang
Tentang sang paman yang telah tiada, tanyakan waktu
Dan tentang sang raja, dengan pertanyaan yang telah kau tahu
Bukankah kau lihat rumah mereka kini tak berpenghuni
Dan segalanya
yang kau kenal kini kau ingkari ...
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
[ Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (QS. 4:78).
تُبْصِرُونَ. فَلَوْ لآ إِن كُنتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ. تَرْجِعُونَهَا إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah), kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar. (QS. 56:83-87) ]