11/05/2011

"-KITA Ibarat Seekor Anak SINGA-"

***


Tatkala kepala lagi pening dan badan terkapar kelelahan, saya biasanya mengisi waktu dengan membaca bacaan yang ringan, lucu, dan menghibur. Pada suatu waktu, saya berkesempatan membaca sebuah buku kumpulan cerita anak-anak. Di buku tersebut saya menemukan sebuah kisah yang sangat bergizi serta kaya inspirasi. Sebuah kisah Fabel (kisah tentang hewan) yang sangat menggugah dan inspiratif. Judulnya Kisah  Seekor Anak Singa.


Kisah ini sangat relevan menggambarkan kondisi kita, umat islam, saat ini. Kita ini ibarat seekor anak singa, yang memiliki kekuatan besar, namun karena faktor lingkungan menjadi lemah ibarat anak kambing. Dimana letak relevansinya?, lebih lanjut simak saja kisah berikut;


***


Alkisah, di sebuah hutan belantara ada seekor induk singa yang mati setelah melahirkan anaknya. Bayi singa yang lemah itu hidup tanpa perlindungan induknya. Beberapa waktu kemudian serombongan kambing datang melintasi tempat itu.  Bayi  singa  itu  menggerak-gerakkan tubuhnya  yang lemah. Seekor induk kambing tergerak hatinya. Ia  merasa iba melihat anak singa yang lemah dan hidup sebatang kara. Dan terbitlah  nalurinya untuk  merawat  dan melindungi bayi singa itu.


Sang induk kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan membelai dengan penuh kehangatan  dan kasih sayang. Merasakan hangatnya kasih sayang seperti itu, si bayi singa tidak mau berpisah dengan sang induk  kambing. Ia terus mengikuti ke mana saja induk kambing pergi. Jadilah ia bagian dari keluarga besar rombongan kambing itu. Hari berganti hari, dan anak singa  tumbuh dan besar dalam asuhan induk kambing dan hidup  dalam komunitas kambing. Ia menyusul, makan, minum, bermain  bersama  anak-anak kambing  lainnya. Tingkah lakunya juga layaknya kambing.  Bahkan anak singa yang mulai  berani dan besar itu pun mengeluarkan suara  layaknya kambing yaitu mengembik bukan mengaum!. la merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda dengan kambing-kambing lainnya. Ia sama sekali tidak pernah merasa bahwa dirinya adalah seekor singa.


Suatu hari, terjadi kegaduhan luar biasa. Seekor serigala buas masuk memburu kambing untuk  dimangsa. Kambing-kambing berlarian panik. Semua ketakutan. Induk kambing yang juga  ketakutan meminta anak singa itu untuk menghadapi serigala.


”Kamu singa, cepat hadapi serigala itu! Cukup keluarkan aumanmu yang keras dan serigala itu pasti lari ketakutan!” Kata induk kambing pada anak singa yang sudah tampak besar dan kekar.


Tapi anak singa yang  sejak kecil hidup di tengah-tengah komunitas kambing  itu  justru  ikut ketakutan dan malah berlindung di balik tubuh induk kambing. Ia berteriak sekeras-kerasnya dan yang keluar dari mulutnya adalah suara embikan. Sama seperti kambing yang lain bukan auman. Anak singa itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika salah satu anak kambing yang tak lain adalah saudara  sesusuannya diterkam dan dibawa lari serigala.


Induk  kambing  sedih  karena  salah  satu  anaknya  tewas  dimakan serigala. Ia menatap anak singa dengan perasaan nanar dan marah”Seharusnya  kamu  bisa  membela  kami!  Seharusnya  kamu  bisa menyelamatkan saudaramu! Seharusnya bisa mengusir serigala yang jahat itu!”


Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak paham dengan maksud perkataan induk  kambing. Ia  sendiri merasa takut pada serigala sebagaimana kambing-kambing lain. Anak singa itu merasa  sangat sedih karena ia tidak bisa berbuat apa-apa.


Hari berikutnya serigala ganas itu datang lagi. Kembali memburu kambing-kambing untuk disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing tidak ada yang berani menolong. Anak singa itu tidak kuasa melihat induk kambing yang telah ia anggap sebagai ibunya dicengkeram serigala. Dengan nekat ia lari dan menyeruduk serigala itu. Serigala kaget bukan kepalang melihat ada seekor singa di hadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya.


Serigala itu gemetar ketakutan! Nyalinya habis! Ia pasrah, ia merasa hari itu adalah akhir hidupnya!. Dengan  kemarahan  yang  luar biasa anak singa itu berteriak keras, ”Emmbeek!” Lalu ia mundur ke belakang. Mengambil ancang ancang untuk menyeruduk lagi.


Melihat tingkah anak singa itu, serigala yang ganas dan licik itu langsung tahu bahwa  yang ada di hadapannya adalah singa yang bermental kambing. Tak ada bedanya dengan kambing.


Seketika itu juga ketakutannya hilang. Ia menggeram marah dan siap memangsa kambing bertubuh  singa  itu, atau  singa  bermental kambing itu!


Saat anak singa itu menerjang dengan menyerudukkan kepalanya layaknya kambing, sang serigala  telah siap dengan kuda-kudanya yang kuat. Dengan sedikit berkelit, serigala itu merobek wajah anak singa itu dengan cakarnya. Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti kambing  mengaduh. Sementara induk kambing menyaksikan peristiwa itu dengan rasa cemas yang luar biasa. Induk kambing itu  heran, kenapa singa yang kekar itu kalah dengan serigala. Bukankah singa adalah raja hutan?


Tanpa memberi ampun sedikitpun serigala itu menyerang anak singa yang masih mengaduh  itu. Serigala  itu siap menghabisi nyawa anak singa  itu.  Di  saat  yang  kritis  itu, induk  kambing  yang  tidak  tega, dengan  sekuat  tenaga  menerjang  sang  serigala.  Sang serigala terpelanting. Anak singa bangun.


Dan pada saat  itu, seekor singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat! Semua  kambing  ketakutan  dan  merapat!  Anak  singa  itu  juga  ikut takut  dan  ikut  merapat.  Sementara  sang  serigala  langsung  lari terbirit-birit. Saat singa dewasa hendak menerkam kawanan kambing itu,  ia  terkejut  di  tengah-tengah  kawanan  kambing  itu  ada  seekor anak singa.


Beberapa ekor kambing  lari, yang  lain  langsung  lari. Anak singa  itu langsung  ikut  lari.  Singa  itu masih  tertegun.  Ia  heran  kenapa  anak singa itu ikut lari mengikuti kambing? Ia mengejar anak singa itu dan berkata, ”Hai kamu  jangan  lari! Kamu anak  singa, bukan kambing! Aku  tak akan memangsa anak singa!”


Namun  anak  singa  itu  terus  lari  dan  lari.  Singa  dewasa  itu  terus mengejar.  Ia  tidak  jadi  mengejar  kawanan  kambing,  tapi  malah mengejar anak singa. Akhirnya anak singa itu tertangkap. Anak singa itu ketakutan, ”Jangan bunuh aku, ammpuun!” singa dewasa menimpali, ”Kau  anak  singa, bukan anak kambing. Aku  tidak membunuh anak singa!” Dengan  meronta-ronta  anak  singa  itu  berkata, ”Tidak  aku  anak kambing! Tolong lepaskan aku!” Anak singa  itu meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi suara embikan, persis seperti suara kambing.


Sang singa dewasa heran bukan main. Bagaimana mungkin ada anak singa bersuara  kambing  dan  bermental  kambing. Dengan  geram ia menyeret anak singa itu  ke danau.  Ia  harus  menunjukkan  siapa sebenarnya  anak  singa  itu.  Begitu  sampai  di danau  yang  jernih airnya,  ia meminta anak  singa  itu melihat bayangan dirinya  sendiri. Lalu membandingkan dengan singa dewasa.


Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut,”Ahaa,  rupa dan bentukku sama dengan kamu. Sama dengan singa, si raja hutan!”

”Ya, karena kamu sebenarnya anak  singa.  Bukan  anak  kambing!” Tegas singa dewasa.


***


Sahabat-sahabat super, Saya tersentak oleh kisah anak singa diatas. Jangan-jangan kondisi kita, kondisi orang-orang di sekeliling kita, dan kondisi umat Islam secara umum, mirip dengan anak singa  diatas. Sekian lama  hidup  tanpa  mengetahui  jati  diri  dan potensi terbaik yang dimiliki.


Kita, orang-orang disekeliling kita, dan umat islam ini sesungguhnya adalah Singa. Namun, karean sudah sekian lamanya dicekcoki oleh gaya dan pandangan hidup ala kambing, maka jadilah kita ibarat singa bermental kambing, atau kambing berwujud singa. Dari sejak kecil kita dicekcoki oleh pemikiran dan pandangan kambing yang menyebabkan sedikit demi sedikit, sehasta demi sehasta kita jadi bermental kambing.


Kita umat islam hidup apa adanya. Hidup tanpa memiliki arah yang jelas. Tidak faham Dari Mana Kita, Untuk Apa Kita Hidup, dan Kemana Kita Setelah Mati.


Saya sering mendengar orang-orang yang ketika ditanya, ”Bagaimana Anda menjalani hidup Anda?”atau ”Apa prinsip hidup Anda?”, mereka menjawab dengan jawaban yang filosofis, ”Saya menjalani hidup ini mengalir bagaikan air. Santai aja...” Sebuah jawaban yang sesungguhnya mencerminkan bahwa mereka tidak tahu bagaimana mengisi hidup ini. Bagaimana cara hidup yang berkualitas. Mereka sesungguhnya tidak tahu siapa sebenarnya diri mereka, dan Potensi  terbaik  apa  yang  telah  dikaruniakan  oleh  Allah swt kepada mereka. Mereka sebenarnya adalah ’seekor singa’ tapi tidak tahu kalau dirinya ’seekor singa.


Banyak kita lihat orang-orang disekitar kita yang kondisinya begitu-begitu saja, tidak berubah. Kenapa tidak berubah? Jawabnya karena mereka tidak mau berubah. Kenapa tidak mau berubah? Jawabnya karena mereka  tidak  tahu  bahwa mereka  harus  berubah. Bahkan kalau mereka tahu mereka harus berubah, mereka tidak tahu bagaimana caranya  berubah. Ini karena mereka terbiasa hidup  pasrah, hidup yang dipenuhi keluh kesah.


Mental Umat islam saat ini benar-benar lemah, hidup apa adanya dan  tidak  terarah. Umat islam belum tahu  potensi  terbaik  yang  diberikan  oleh Allah  kepadanya. Mereka rela ditindas dan dijajah. Padahal sebenarnya jika mau, mereka pasti bisa hidup merdeka, jaya, berwibawa dan sejahtera.


Sebenarnya, umat islam adalah  singa  dewasa  yang memiliki  kekuatan dahsyat.  Kita ini Bukan sekawanan  kambing. Sekali rasa berdaya  itu muncul dalam benak kita, maka kita akan  mamapu menunjukkan  pada  dunia  bahwa  kita adalah  singa  yang  tidak bisa ditindas dan dihinakan.


Lebih  memperihatinkan  lagi,  ada  yang  sudah menyadari  dirinya  sesungguhnya  singa  tapi  memilih  untuk  tetap menjadi  kambing dan bangga untuk hidup menurut cara pandang kambing. Banyak diantara kita yang ternyata malu menjadi singa! Malu untuk mengaku muslim, malu menunjukkan aktivitas keislaman.


Marilah kita hayati diri kita Ibarat seekor singa. Singa yang memiliki wibawa, kekuatan, dan kharisma. Allah Swt telah memberi predikat kepada kita sebagai ummat terbaik di muka bumi ini. Marilah kita bermental menjadi ummat terbaik. Jangan bermental ummat yang terbelakang. Allah  Swt mengingatkan, ”Kalian  adalah  sebaik- baik ummat yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuruh berbuat  yang  makruf,  mencegah  dari  yang  mungkar  dan  beriman kepada Allah.” (TQS Ali Imran : 110)


Wallahu A’lam #


[Fahrur Rozi]

revolusisystem@yahoo.co.id
 

~a thousand dreams.~ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea