***
Tatkala kepala lagi pening dan badan terkapar kelelahan, saya biasanya mengisi waktu dengan membaca bacaan yang ringan, lucu, dan menghibur. Pada suatu waktu, saya berkesempatan membaca sebuah buku kumpulan cerita anak-anak. Di buku tersebut saya menemukan sebuah kisah yang sangat bergizi serta kaya inspirasi. Sebuah kisah Fabel (kisah tentang hewan) yang sangat menggugah dan inspiratif. Judulnya Kisah Seekor Anak Singa.
Kisah ini sangat relevan menggambarkan kondisi kita, umat islam, saat ini. Kita ini ibarat seekor anak singa, yang memiliki kekuatan besar, namun karena faktor lingkungan menjadi lemah ibarat anak kambing. Dimana letak relevansinya?, lebih lanjut simak saja kisah berikut;
***
Alkisah, di sebuah hutan belantara ada seekor induk singa yang mati setelah melahirkan anaknya. Bayi singa yang lemah itu hidup tanpa perlindungan induknya. Beberapa waktu kemudian serombongan kambing datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu menggerak-gerakkan tubuhnya yang lemah. Seekor induk kambing tergerak hatinya. Ia merasa iba melihat anak singa yang lemah dan hidup sebatang kara. Dan terbitlah nalurinya untuk merawat dan melindungi bayi singa itu.
Sang induk kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan membelai dengan penuh kehangatan dan kasih sayang. Merasakan hangatnya kasih sayang seperti itu, si bayi singa tidak mau berpisah dengan sang induk kambing. Ia terus mengikuti ke mana saja induk kambing pergi. Jadilah ia bagian dari keluarga besar rombongan kambing itu. Hari berganti hari, dan anak singa tumbuh dan besar dalam asuhan induk kambing dan hidup dalam komunitas kambing. Ia menyusul, makan, minum, bermain bersama anak-anak kambing lainnya. Tingkah lakunya juga layaknya kambing. Bahkan anak singa yang mulai berani dan besar itu pun mengeluarkan suara layaknya kambing yaitu mengembik bukan mengaum!. la merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda dengan kambing-kambing lainnya. Ia sama sekali tidak pernah merasa bahwa dirinya adalah seekor singa.
Suatu hari, terjadi kegaduhan luar biasa. Seekor serigala buas masuk memburu kambing untuk dimangsa. Kambing-kambing berlarian panik. Semua ketakutan. Induk kambing yang juga ketakutan meminta anak singa itu untuk menghadapi serigala.
”Kamu singa, cepat hadapi serigala itu! Cukup keluarkan aumanmu yang keras dan serigala itu pasti lari ketakutan!” Kata induk kambing pada anak singa yang sudah tampak besar dan kekar.
Tapi anak singa yang sejak kecil hidup di tengah-tengah komunitas kambing itu justru ikut ketakutan dan malah berlindung di balik tubuh induk kambing. Ia berteriak sekeras-kerasnya dan yang keluar dari mulutnya adalah suara embikan. Sama seperti kambing yang lain bukan auman. Anak singa itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika salah satu anak kambing yang tak lain adalah saudara sesusuannya diterkam dan dibawa lari serigala.
Induk kambing sedih karena salah satu anaknya tewas dimakan serigala. Ia menatap anak singa dengan perasaan nanar dan marah, ”Seharusnya kamu bisa membela kami! Seharusnya kamu bisa menyelamatkan saudaramu! Seharusnya bisa mengusir serigala yang jahat itu!”
Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak paham dengan maksud perkataan induk kambing. Ia sendiri merasa takut pada serigala sebagaimana kambing-kambing lain. Anak singa itu merasa sangat sedih karena ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Hari berikutnya serigala ganas itu datang lagi. Kembali memburu kambing-kambing untuk disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing tidak ada yang berani menolong. Anak singa itu tidak kuasa melihat induk kambing yang telah ia anggap sebagai ibunya dicengkeram serigala. Dengan nekat ia lari dan menyeruduk serigala itu. Serigala kaget bukan kepalang melihat ada seekor singa di hadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya.
Serigala itu gemetar ketakutan! Nyalinya habis! Ia pasrah, ia merasa hari itu adalah akhir hidupnya!. Dengan kemarahan yang luar biasa anak singa itu berteriak keras, ”Emmbeek!” Lalu ia mundur ke belakang. Mengambil ancang ancang untuk menyeruduk lagi.
Melihat tingkah anak singa itu, serigala yang ganas dan licik itu langsung tahu bahwa yang ada di hadapannya adalah singa yang bermental kambing. Tak ada bedanya dengan kambing.
Seketika itu juga ketakutannya hilang. Ia menggeram marah dan siap memangsa kambing bertubuh singa itu, atau singa bermental kambing itu!
Saat anak singa itu menerjang dengan menyerudukkan kepalanya layaknya kambing, sang serigala telah siap dengan kuda-kudanya yang kuat. Dengan sedikit berkelit, serigala itu merobek wajah anak singa itu dengan cakarnya. Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti kambing mengaduh. Sementara induk kambing menyaksikan peristiwa itu dengan rasa cemas yang luar biasa. Induk kambing itu heran, kenapa singa yang kekar itu kalah dengan serigala. Bukankah singa adalah raja hutan?
Tanpa memberi ampun sedikitpun serigala itu menyerang anak singa yang masih mengaduh itu. Serigala itu siap menghabisi nyawa anak singa itu. Di saat yang kritis itu, induk kambing yang tidak tega, dengan sekuat tenaga menerjang sang serigala. Sang serigala terpelanting. Anak singa bangun.
Dan pada saat itu, seekor singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat! Semua kambing ketakutan dan merapat! Anak singa itu juga ikut takut dan ikut merapat. Sementara sang serigala langsung lari terbirit-birit. Saat singa dewasa hendak menerkam kawanan kambing itu, ia terkejut di tengah-tengah kawanan kambing itu ada seekor anak singa.
Beberapa ekor kambing lari, yang lain langsung lari. Anak singa itu langsung ikut lari. Singa itu masih tertegun. Ia heran kenapa anak singa itu ikut lari mengikuti kambing? Ia mengejar anak singa itu dan berkata, ”Hai kamu jangan lari! Kamu anak singa, bukan kambing! Aku tak akan memangsa anak singa!”
Namun anak singa itu terus lari dan lari. Singa dewasa itu terus mengejar. Ia tidak jadi mengejar kawanan kambing, tapi malah mengejar anak singa. Akhirnya anak singa itu tertangkap. Anak singa itu ketakutan, ”Jangan bunuh aku, ammpuun!” singa dewasa menimpali, ”Kau anak singa, bukan anak kambing. Aku tidak membunuh anak singa!” Dengan meronta-ronta anak singa itu berkata, ”Tidak aku anak kambing! Tolong lepaskan aku!” Anak singa itu meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi suara embikan, persis seperti suara kambing.
Sang singa dewasa heran bukan main. Bagaimana mungkin ada anak singa bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram ia menyeret anak singa itu ke danau. Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya anak singa itu. Begitu sampai di danau yang jernih airnya, ia meminta anak singa itu melihat bayangan dirinya sendiri. Lalu membandingkan dengan singa dewasa.
Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut,”Ahaa, rupa dan bentukku sama dengan kamu. Sama dengan singa, si raja hutan!”
”Ya, karena kamu sebenarnya anak singa. Bukan anak kambing!” Tegas singa dewasa.
***
Sahabat-sahabat super, Saya tersentak oleh kisah anak singa diatas. Jangan-jangan kondisi kita, kondisi orang-orang di sekeliling kita, dan kondisi umat Islam secara umum, mirip dengan anak singa diatas. Sekian lama hidup tanpa mengetahui jati diri dan potensi terbaik yang dimiliki.
Kita, orang-orang disekeliling kita, dan umat islam ini sesungguhnya adalah Singa. Namun, karean sudah sekian lamanya dicekcoki oleh gaya dan pandangan hidup ala kambing, maka jadilah kita ibarat singa bermental kambing, atau kambing berwujud singa. Dari sejak kecil kita dicekcoki oleh pemikiran dan pandangan kambing yang menyebabkan sedikit demi sedikit, sehasta demi sehasta kita jadi bermental kambing.
Kita umat islam hidup apa adanya. Hidup tanpa memiliki arah yang jelas. Tidak faham Dari Mana Kita, Untuk Apa Kita Hidup, dan Kemana Kita Setelah Mati.
Saya sering mendengar orang-orang yang ketika ditanya, ”Bagaimana Anda menjalani hidup Anda?”atau ”Apa prinsip hidup Anda?”, mereka menjawab dengan jawaban yang filosofis, ”Saya menjalani hidup ini mengalir bagaikan air. Santai aja...” Sebuah jawaban yang sesungguhnya mencerminkan bahwa mereka tidak tahu bagaimana mengisi hidup ini. Bagaimana cara hidup yang berkualitas. Mereka sesungguhnya tidak tahu siapa sebenarnya diri mereka, dan Potensi terbaik apa yang telah dikaruniakan oleh Allah swt kepada mereka. Mereka sebenarnya adalah ’seekor singa’ tapi tidak tahu kalau dirinya ’seekor singa.
Banyak kita lihat orang-orang disekitar kita yang kondisinya begitu-begitu saja, tidak berubah. Kenapa tidak berubah? Jawabnya karena mereka tidak mau berubah. Kenapa tidak mau berubah? Jawabnya karena mereka tidak tahu bahwa mereka harus berubah. Bahkan kalau mereka tahu mereka harus berubah, mereka tidak tahu bagaimana caranya berubah. Ini karena mereka terbiasa hidup pasrah, hidup yang dipenuhi keluh kesah.
Mental Umat islam saat ini benar-benar lemah, hidup apa adanya dan tidak terarah. Umat islam belum tahu potensi terbaik yang diberikan oleh Allah kepadanya. Mereka rela ditindas dan dijajah. Padahal sebenarnya jika mau, mereka pasti bisa hidup merdeka, jaya, berwibawa dan sejahtera.
Sebenarnya, umat islam adalah singa dewasa yang memiliki kekuatan dahsyat. Kita ini Bukan sekawanan kambing. Sekali rasa berdaya itu muncul dalam benak kita, maka kita akan mamapu menunjukkan pada dunia bahwa kita adalah singa yang tidak bisa ditindas dan dihinakan.
Lebih memperihatinkan lagi, ada yang sudah menyadari dirinya sesungguhnya singa tapi memilih untuk tetap menjadi kambing dan bangga untuk hidup menurut cara pandang kambing. Banyak diantara kita yang ternyata malu menjadi singa! Malu untuk mengaku muslim, malu menunjukkan aktivitas keislaman.
Marilah kita hayati diri kita Ibarat seekor singa. Singa yang memiliki wibawa, kekuatan, dan kharisma. Allah Swt telah memberi predikat kepada kita sebagai ummat terbaik di muka bumi ini. Marilah kita bermental menjadi ummat terbaik. Jangan bermental ummat yang terbelakang. Allah Swt mengingatkan, ”Kalian adalah sebaik- baik ummat yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuruh berbuat yang makruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (TQS Ali Imran : 110)
Wallahu A’lam #
[Fahrur Rozi]
revolusisystem@yahoo.co.id