12/25/2011

Mengucapkan "NATAL", bolehkah?


Boleh mengucapkan selamat natal dengan catatan hati kita mengatakan
selamat lahir kepada nabi Isa as? Jawabnya: Jika Anda lakukan maka lambat
laun Anda akan menyanyi natal bersama mereka. 
Setan tidak akan langsung membisikkan kepada kita, "Sembahlah Yesus (Isa)"
sebab jika itu bisikan pertamanya dijamin takkan berhasil. Yang pertama mungkin
bisikan, "Natal itu hari kelahiran Isa Alaihi salam.....", “Yang kita rayakan adalah
maulid Nabi Isa...” (mirip dengan pernyataan-pernyataan di beberapa artikel yang
pernah penulis baca).
Adil terhadap Isa Alaihi Salam?
Kengganan kita untuk ikut dalam perayaan Natal sama sekali tidak mengurangi
penghormatan kita kepada Beliau Alaihi Salam sebagai salah satu Rasul Allah
yang wajib kita imani, sebab yang menjadi masalah di sini bukan kerasulan Isa
'Alaihi Salam. Tapi keyakinan mereka (ummat kristiani) yang menempatkan Isa
pada tempat yang sangat tidak adil, pada tataran Tuhan! Jika Anda mu'min sejati
ini sudah cukup untuk membuat Anda benci dan muak akan hal ini.
Belum ditinjau dari histori natal yang 'dipaksakan' sebagai hari lahir Isa, meski
betul merayakan hari lahir dengan acara-acara tertentu pun adalah ajaran dari luar
Islam.
Menyinggung soal adil, penulis jadi teringat dengan kisah seorang nasrani yang
bertanya kepada seorang muslim, kira-kira percakapannya begini;
Nasrani : “Agama Anda sungguh tidak Adil, kalian boleh menikahi wanita ahlul
kitab sedangkan kami tidak boleh menikahi wanita kalian.”
Muslim : Yang tidak adil itu kalian, kami beriman kepada Musa Alaihi Salam, Isa
Alaihi Salam, dan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tapi kalian hanya
beriman pada keduanya tidak pada Muhammad, jika kalian ingin menikahi wanita
kami mestinya kalian juga harus beriman pada Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam.”
Sangat adil.
Kau Islam atau...
Salah satu pembatal keislaman adalah ketika seorang muslim tidak mengkafirkan
orang kafir. Tidak dikatakan beriman seseorang ketika tidak ada penolakan
terhadap yang bertolak belakang dengan keimanan itu. Lebih jelasnya dalam
kalimat tauhid laailaha illallah, pada kalimat pertama laailaha (tiada tuhan); kalimat
itu disebut an nafi' (peniadaan/penolakan) terhadap segala bentuk ketuhanan.
Disusul dengan kalimat kedua illallah (kecuali Allah); adalah kalimat penetapan al
itsbat (penetapan). Unsur peniadaan dan penetapan ini adalah syarat tauhid, tanpa
salah satunya maka tertolak. Tidak dikatakan bertauhid jika tidak ada penolakan
terhadap seluruh bentuk thagut (sesembahan selain Allah).

Dalam konteks sehari-hari pun kaidah tersebut berlaku, tidak dikatakan sempurna
keimanannya jika tidak ada pengingkaran terhadap suatu bentuk kemaksiatan
meskipun itu di dalam hati.
Dengan ini akan jelas beda antar yang mu’min dengan yang tidak.
Toleransinya mana?
Hal yang sering dipertanyakan dan dijadikan alasan bagi para pendukung
perayaan agama lain adalah kita harus toleransi dengan pemeluk agama lain,
"Mereka juga mengucapkan selamat idul fitri kepada kita, kan tidak adil kalau kita
tidak berlaku sama terhadap mereka." Katanya.
Begitukah toleransi? Dalam Islam batasan toleransi sangat tegas dan jelas, "lakum
dinukum waliyadin" (bagimu agamamu dan bagi kami agama kami). Anda tak perlu
memberi ucapan selamat kepada kami, kami memang tidak menunggu untuk itu.
Begitupun silahkan rayakan hari raya Anda, kami tidak akan mengganggu tapi
jangan berharap ucapan selamat dari kami sebab "Laa a'abudu ma ta'buduna,
walaa antum 'abiduna maa'abudu" (Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah, Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah). Toleransi yang
sangat toleran, adil dan proporsional.

Ciri Ibadurrahman ->
Salah satu karakter ibadurrahman (hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang)
adalah seperti yang disebutkan dalam surah al-Furqan ayat 72 :
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka
bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak
berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma Makna azzuur (persaksian palsu)
juga berarti menyaksikan/menghadiri hari raya orang kafir.

Dengan kesempurnaan syariat Islam seharusnya menjadikan kita merasa cukup
dengan itu, tanpa harus mengekor dengan agama lain. Merasa mulia dengannya
yang menghilangkan keminderan kita untuk menampilkan dan melaksanakan
syiar-syiar Islam tanpa harus mencontek agama lain. Allah Subhanahu wa Ta'ala
sudah memberikan hari-hari raya terbaik yang dengannya kita merasa cukup
dengan itu tak perlu inovasi apalagi ikut-ikutan dalam perayaan agama lain.

Mari kita konsisten (istiqomah) istiqomah dengan ajaran agama haq ini, berpegang
teguh dengan akidah yang sahih tanpa perlu mencampurnya dengan akidah dan
ajaran lain. Islam bukan agama 'Gado-gado'.
 

~a thousand dreams.~ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea